Sunday, January 4, 2009

GADIS

Nestville City st, 7.00 pm.

Langkahnya dipercepat, lebih cepat dan lebih cepat lagi. Dia menyusuri sepanjang Jalan Nestville dengan terburu-buru. Dia sedang menuju ke ujung pertigaan Jalan Nestville yang letaknya masih jauh terlihat di depan, disana sesorang telah menunggunya untuk berjumpa. Dia melihat ke arah barat, matahari mulai kembali ke peraduannya. Sebuah senyum mengambang di bibir seksinya.

Saat pertigaan Nestville tampak jelas di depan matanya, dia tersenyum. Entah apa yang ada di benaknya saat itu, karena dia terlihat bahagia sekaligus misterius. Padahal kekasihnya yang sedang menunggunya di seberang jalan itu terlihat bermuka masam.

Sekelompok preman dan pengamen jalanan bergerombol di sudut perempatan jalan. Salah seorang diantaranya adalah kekasih si gadis tadi, kekasihnya pun seorang preman. Kekasih yang baru dikenal sebulan itu memiliki badan gagah, tegap, dan bermuka tampan, namun preman tetaplah preman. Dengan dandanannya yang kumal dan tidak sedap dipandang mata itu. Sungguh sangat beruntung jika salah satu wanitanya adalah seorang gadis kelas 1 SMA, anak seorang pekerja tambang di Neoport.

Saat melihat kedatangan gadisnya, perasaan preman itu sangat campur aduk. Dia sangat marah karena sudah lebih dari seperempat jam dia telah menunggu di seberang jalan itu. Dan dengan muka yang cemberut ala preman, dia menyebrangi Jalan Nestville. Dia menyabrang tanpa memperhatikan jalan yang ramai. Sampai-sampai hampir saja dia tertabrak sebuah Baleno hitam yang melintas di pertigaan jalan dengan ngebut.

“Setan, punya mata ngak sih!” teriak pengemudi mobil itu ketika tepat merem mobilnya di depan tubuh si preman.

“Fuck!!!” jawab si preman tanpa ada rasa bersalah sambil mengacungkan jari tengahnya.

Si gadis yang melihat kekasihnya yang hampir tertabrak itu menjerit. Dia menjerit aneh, entah apa yang ia jeritkan. Karena saat dia sudah tersadar dari suatu hal yang lewat tadi. Kekasihnya sudah sampai di hadapannya. Bau alchohol bercampur rokok menusuk hidung gadis itu. Sebetulnya itulah yang amat dia sukai. Karena menurutnya, lelaki yang gagah itu ya seperti itu, suka minum-minum, merokok dan main... Yang itu dia paling membencinya.

Si Gadis langsung menciumnya dan tersenyum, dan bagai panas di musim kemarau yang diguyur gerimis. Kemarahan preman pun seolah-olah mereda dengan sendirinya. Gadis itu sangat pandai merayu, hanya dengan sebuah ciuman saja, seorang lelaki yang sangat ditakuti di Wall Nest takluk padanya.

“Kenapa kau terlambat?” Tanya si preman dengan nada tinggi.
“Ummm... Baby, sorry, lama yah? Aku tadi kesiangan, di sekolah banyak PR.” Rayu si gadis.
“Ya udah, sabtu depan kalau ga mau pulang malam. Pulang sekolah langsung kesini! Ga usah sliweran lagi”

“tenang Baby, besok khan minggu.” Jawab gadis sambil menggandeng si preman berjalan menuju ke utara.
“tunggu!” sela si preman.
“Apa bab?” Tanya si gadis.
Si preman melirik dan berkata “Apa kau lupa?”
“Oh iya.” Gadis itu ingat sesuatu. “Ini Baby.” Kata gadis itu sambil mengeluarkan sebungkus rokok Marlioboro dari tas punggungnya. "Dan aku juga bawa ini," katanya sambil memperlihatkan sebotol Jack Daniel.

Kemudian mereka berdua berjalan ke utara menuju Nest Garden. Bergandengan tangan dan sesekali berciuman. Matahari malu-malu mulai kembali ke peraduannya. Langit sore Nest City terlihat indah sekaligus misterius untuk dipandang.

Malam hari di Imperium Apartement, 4’th Floor, 11.45 pm.

Si gadis membuka pintu apartemennya, lalu menghidupkan lampu ruang tamu.

“click” bunyi saklar memecah keheningan.
“Dari mana saja kau?” Tanya seseorang yang duduk di sebuah sofa.
Si gadis tersentak kaget, tetapi dengan sigap dia berteriak kegirangan.
“Daddy, kapan pulang?”
“Dari-Mana-Saja-Kau?” kata ayahnya dengan tegas.
“Umm, maaf, Dad,” Gadis itu berfikir mencari sebuah alasan. “Tadi sore aku pikir akan menginap di rumah Angeline, tapi hingga jam ini aku rindu untuk tidur di rumah sendiri.”
Ayahnya diam, namun tetap menatapnya dengan pandangan tajam.
“Mungkin aku sudah ada firasat kalau Dady pulang hari ini.” Katanya sambil tersenyum. “Aku mau tidur, Dad. Night.” Katanya sambil menuju ke kamar.

Ayahnya hanya diam, dia pikir kata-kata anaknya memang masuk akal. Lalu dia menuju ke minibarnya untuk menenagkan pikirannya, lalu dia mengambil sebotol Jack Daniel dan meneguknya. Di tegukan kedua, dia berhenti meneguk Birnya, lalu menghitung jumlah Jack Daniel di rak.

“Tujuh, kupikir kemarin ada sembilan. Satu dua... tujuh dan delapan dengan yang kuminum ini. Kemana yang satunya lagi?” Pikirnya dengan penuh prasangka.

“Apakah anakku? dia gadis Bung.” Pikirnya membantah prasangka. Dia lalu menuju kamar anak gadisnya untuk menannyakan minumannya, dan saat hendak mengetuk pintu kamar anaknya itu dia berhenti sejenak, dia mengurungkan niatnya setelah sadar kalau jam di dinding sudah menujukkan pukul 12 malam.

“Besok saja.” Pikirnya. Dan dia melanjutkan minum-minumnya di meja minibar.

Si gadis dengan dada berkecamuk berdiri di balik pintu kamarnya. Dia pikir ayahnya sadar jika sebotol minumannya lenyap dari rak minibar. Namun ia sedikit lega, karena ayahnya tak jadi mengetuk pintu kamarnya. Setidaknya untuk sementara, hingga ia bisa mencari alasan yang masuk akal untuk esoknya.

***

Esok paginya di meja makan, si ayah mencoba berbicara dengan anak gadisnya. Sambil makan mereka meyaksikan Nesty News di channel 7.

“Nat, aku tahu kamu merasa sendiri di sini.” Kata ayahnya bersaing dengan suara TV. “Apa kau betul-betul merasa sendirian di sini, Nat?” Tanya ayah si gadis. Namun tak dijawab oleh anaknya itu.

“Pemirsa.” Suara wanita penyiar berita memecah keheningan mereka.”Sesosok mayat ditemukan di Nest Garden pagi ini. Mayat seorang pria ini diduga mati karena diracuni oleh seseoarang, malam tadi. Mayat pria yang diduga preman dari pertigaan Nestville St ini kemungkinan besar mati diracun, karena tubuhnya membiru dan mulutnya berbusa, kemungkinan tersangka adalah salah satu pacarnya. Ya, preman ini, menurut masyarakat setempat adalah seorang playboy, kini tersangka.”

“Click...” TV dimatikan oleh ayah si gadis.

“Nat?” Tanya ayah si gadis.

“Iya ayah.” Si gadis terlihat menenangkan dirinya. “Yah, bila kau tanyakan itu, harus kujawab apa. Aku takut melukaimu jika aku berkata jujur.” Jawab si gadis dengan cepat.

“Itu, sudah menjawab, Nat?”

Tak berselang lama, Ketukan keras menghentak pintu apartemen mereka, memecah keheningan sarapan pagi yang tegang itu.

“Buka pintu, ini Polisi Nestville!” teriak seseorang dari luar.

“Ya, tunggu!” jawab si ayah sambil memandang anak gadisnya yang tiba-tiba berwajah ketakutan.

Semuanya berjalan dengan cepat, si gadis ditangkap oleh polisi dengan tuduhan sebuah pembunuhan berencana. Dengan korbannya seorang preman, malam tadi di Nest Garden. Ayah si gadis terlihat sangat syok berat, dia tak menyangka jika anak semata wayangnya dijadikan tersangka oleh polisi.

***

Hari demi hari telah berlalu, proses pemeriksaan, reka ulang, dan persidanggan berjalan dengan apa adanya. Pidana yang dituduhkan pada si gadis hanyalah pidana ringan, dengan motif cemburu buta, karena si gadis dianggap masih berada di bawah umur, si gadis tidak dimasukkan ke penjara. Si gadis hanya dimasukkan ke panti rehabilitasi khusus remaja selama beberapa bulan, setelah itu dikembalikan lagi ke orang tuanya, tepatnya ke ayahnya.

Si gadis nampak begitu murung, matanya sayu dan badannya kurus kering. Ayahnya berulang kali menyemangatinya untuk melupakan masa lalunya. Meeskipun begitu, kondisinya tidak banyak berubah, Si gadis malah sering diserang berbagai penyakit, badannya sangat tidak stabil. Dia yang dulu terlihat sebagai gadis cantik dan enerjik, kini terlihat seperti gadis berpenyakit yang lemah.

Suatu hari ayahnya membawa si gadis ke rumah sakit untuk diperiksa,

“Ny.Natalie Anderson.” Panggil seoarang suster.

Si gadis yang lemah itu kemudian masuk dan diperiksa oleh dokter. Setelah diperiksa, ayah si gadis diberitahu penyakit apa yang menimpa putri semata wayangnya itu. Namun entah kenapa, si gadis tidak pernah diberitajukan apa penyakit yang menimpanya. Yang ia tahu, setiap hari ia harus menelan banyak obat dan harus rutin check kesehatan tiap bulannya di rumah sakit.

Hingga saat ulang tahun ke-20 tahun, si gadis tidak pernah diberitahu, si gadis juga tak pernah bertanya pada ayahnya, prihal penyakit apa yang menyerangnya. Hari berlalu dan berganti, namun obat dan check ke dokter tak pernah berhenti. Si gadis menjadi gadis yang sangat pendiam, hingga suatu hari ayahnya telah siap memberitahukan prihal penyakit putrinya pada putri tercintanaya itu.

“Nat, kau telah dewasa, kini saatnya kau tahu apa penyakitmu itu.” Kata ayahnya lirih pada si gadis yang berbaring lesu di tempat tidurnya. “Kau siap?”
“Yah,” Kata si gadis pelan. “Aku sudah tahu, yah, tak perlu kau katakana padakau prihal penyakit ini,”
“Jadi kau sudah tahu, Nat? tabahlah anakku, aku ada di sini bersamamu.”
“Iya, Yah, itulah kenapa aku membunuh preman brengsek itu! Karena dialah yang menularkannya.” Kata si gadis dengan nada menggebu-gebu.

“Oh, anakku...” Kata ayahnya sambil menangis tersedu-sedu.
“Yah, aku sayang padamu yah, maafkan semua dosaku padamu, yah.” Kata si gadis sambil menangis.

Ayahnya tidak menjawab, karena menangis tersedu-sedu meratapi nasib anaknya. Kemudian tak ada suara percakapan diantara mereka, hanya suara tangis ayah si gadis yang terdengar di kamar itu. Kemudian semua terasa hening, lalu tiba-tiba si ayah berteriak sekeras-kerasnya sambil memeluk anak gadisnya, ayahnya berteriak dan berteriak hingga seluruh gedung apartemen bisa mendengar dan merasakan sakit hati yang dirasakannya, tangisan dan teriakkan begitu mengiris nurani, karena kini si gadis, putri tercintanya dan satu-satunya telah menyusul ibunya di suatu tempat yang jauh dari ayahnya itu.

No comments:

Post a Comment

please insert your comment here...